Minggu, 22 Januari 2017

I MISS YOU

Senja itu aku mendapat sebaris pesan singkat, kaget bukan main. Kumbang mengajakku bertemu setelah sekian lama. Pasti canggung! Aku tau. Ku iyakan ajakannya. Pikiranku berkecamuk banyak bayangan negatif datang menghantui. Apa mau ngenalin seseorang? Apa mau pamitan nggak perlu kenal aku lagi? Oh! Terserah! Kubiarkan pikiranku kemana mana. Yang jelas nanti bakal tahu apa yang terjadi.

***

Dari kejauhan aku sudah memandangnya. Dia tepat di depan gerbang kos. Kubuka gerbang yang sudah berkarat itu, aku berusaha untuk tetap tenang memandangnya. Ya!! Aku memang sengaja membuatnya seperti itu untuk menutupi rasa canggung.
"Hai, sudah lama", ku sapa duluan
"Nggak kok", jawabnya singkat
Diperjalanan ke arah puncak, aku mencoba bicara tentang apa saja untuk menutupi keheningan atau untuk mencairkan suasana. Malam itu, Malang dingin sekali, beku mirip seperti hatimu. Benar benar berbeda yang aku rasakan, tidak seperti Kumbang yang dulu. Bahkan cara dia berbicara padaku seolah dia memberi sebuah batas denganku. Sampai di puncak, kita membeli sosis bakar dilangganan dulu, hingga saat itu adalah terakhir kalinya. Tanpa ada sekecap pun percakapan, Kota Malang menjadi saksi bisu bahwa aku benar benar seperti menyembunyikan masalah pada diriku sendiri. Atau malah bukan? Atau sebenarnya sedang berusaha mencari kunci untuk memperoleh pikiran yang tenang dan mengabaikan seluruh kata dalam hati? Atau ingin memulai sebuah percakapan tapi tak tahu harus darimana? Atau apa? Aku tidak mengerti bahkan aku tidak bisa merinci perasaanku kala itu.
Beberapa menit kemudian kita duduk berdampingan di salah satu sisi air mancur di tengah taman. Sambil ku habiskan sosis bakarnya, dia menghela nafas dan memulai sebuah percakapan.
"Tadi udah ijin? Nggak dicariin?
"Udah ijin bapak kosan kok"
"Ijin sama mas Andi (my ex)?"
Dalam hatiku, kenapa nanyanya gitu. Kujawab singkat dan jelas. "Kenapa musti ijin? Sudah lama nggak kontakan". Dia diam. Aku pun diam. Waktu serasa berhenti berdetik saat itu. Hening sekali. Entah percakapan itu bukan membuatku semakin antusias malah membikin hati luka. Aku yang telah menyakiti perasaannya, tetapi dia mampu bangkit dan seolah baginya serasa biasa saja. Aku memandang jauh, jauh sekali hingga tidak tahu apa yang kulihat. Kemudian, semua kenangan bersama Kumbang seakan datang kembali. Aku merasa pikiranku sedang terhubunh dengan Kumbang saat itu. Bagaimana bisa aku menyakiti perasaan seseorang seperti Kumbang? Aku mencoba meringankan perasaan dan pikiranku dengan mengakui aku salah dan berharap bisa berbuat lebih banyak untuk membuat Kumbang seperti saat dimana awan masih biru.
Rintikan hujan membasahi pipiku. Gerimis!! Malam belum larut kira kira masih sekitar pukul setengah sembilan waktu indonesia barat. Kita bergegas ke parkiran untuk memulai perjalanan pulang. Gerimis semakin menjadi, satu piranti yang aku lupa pasti. Jaket! Ah rasanya aku akan membeku ditimpa dinginnya Malang malam ini.
"Aku tidak mau minjemin jaket lho ya." Katanya seakan dia bisa membaca pikiranku
"Aku juga nggak akan pinjem", jawabku.
Mungkin sepanjang perjalanan dia menyadari bibirku semakin bergetar dan tanganku makin mengepal erat. Kemudian dia hanya mengendalikan motornya yang melaju untuk singgah di pinggir jalan. Sontak aku kaget, dilepasnya jaket diberikannya padaku. Aku tahu dia terpaksa karena malam itu, benar benar dingin bahkan jika aku yang memiliki jaket itu aku tidak akan melepasnya. Apalagi untuk seseorang seperti aku, yang telah menyakitinya. Turunnya hujan gerimis seperti mewakili perasaanku. Aku mencoba meringankan perasaan dan pikiranku. Kuakui aku salah, aku hanya bisa berharap bisa mengembalikan suasana seperti dulu. Tapi apa daya? Melihatnya, aku benar benar ingin memberi tahu tentang apa yang benar benar ingin aku lakukan untuk membuatnya bahagia. Terlambat sudah! Aku tidak bisa berkata kata. Aku rindu kamu, Kumbang. Aku rindu. Sungguh!! Tapi aku punya malu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar